Hina Matsuri

Jepang merupakan negara yang kaya akan keberagaman budaya, memberikan daya tarik global dan menjadikannya tujuan wisata yang populer. Di samping keindahan pemandangannya, Jepang dikenal akan beragam festivalnya, dan salah satunya adalah Festival Hinamatsuri. Saat cuaca mulai memanas, seluruh negeri Jepang bersiap mengucapkan selamat tinggal pada musim dingin. Musim liburan di Jepang sebentar lagi akan tiba, menjadi momen yang pas untuk merayakan Festival Hina Matsuri. Tepat pada tanggal 3 Maret, festival yang dikenal juga sebagai festival boneka ini juga diadakan sebagai wujud doa untuk kebahagiaan dan kesuksesan.

Oh iya, minasan jangan lupa baca juga artikel sebelumnya, ya!

Apa itu Hina Matsuri

Hina Matsuri adalah sebuah perayaan yang juga dikenal sebagai Festival Boneka atau Festival Gadis di Jepang. Hina Matsuri dirayakan setiap tanggal 3 Maret dan merupakan perayaan yang menampilkan boneka-boneka tradisional yang disusun dalam suatu tatanan khusus yang disebut hina-ningyo atau boneka-boneka Hina.

Sejarah Hina Matsuri

Dalam bahasa Jepang sendiri, festival Hina Matsuri juga dikenal sebagai Momo no Sekku atau festival buah peach. Festival ini berakar pada periode Heian, di mana masyarakat Jepang meyakini bahwa boneka memiliki kekuatan untuk mengendalikan setan atau iblis.

Pada zaman dahulu, kegiatan yang biasa disebut nagashi bina dilakukan, di mana masyarakat meletakkan boneka di sungai untuk kemudian dihanyutkan hingga mencapai lautan. Aktivitas ini melambangkan keyakinan bahwa kekuatan gaib akan dibawa oleh boneka-boneka tersebut.

Festival kuno semacam itu masih dipraktikkan hingga saat ini di beberapa wilayah Jepang. Boneka yang telah dihanyutkan kemudian diselamatkan setelah berada di laut dan dikirim ke kuil. Di kuil, boneka tersebut menjalani beberapa ritual sebelum akhirnya dibakar.

Tradisi meletakkan boneka di rumah sebagai hiasan saat ini bermula pada periode Edo. Biasanya, boneka-boneka ini ditempatkan di rumah pertengahan bulan Februari dan dikembalikan setelah berakhirnya festival.

Penyingkiran boneka setelah festival harus dilakukan dengan cepat. Ada mitos setempat yang menyatakan bahwa menunda penyingkiran boneka tersebut dapat membawa kesulitan bagi anak perempuan untuk menikah.

Susunan Peletakan Boneka

Yang membuat perayaan ini unik, salah satunya, adalah cara boneka-boneka disusun di atas tangga altar. Ternyata, susunan ini memiliki aturan dan makna tersendiri. Oleh karena itu, tidak bisa dilakukan dengan sembarangan, karena harus mengikuti hierarki tertentu. Jumlah anak tangga di rumah-rumah orang Jepang biasanya berkisar antara lima hingga tujuh. Namun, pada perayaan Hina Matsuri yang dilaksanakan secara besar-besaran, jumlah anak tangga bisa mencapai ratusan. Begitu pula dengan jumlah boneka Hina yang dipajang di atas altar. Di daerah Chiba, sebagai contoh, jumlah boneka Hina dapat mencapai 6000 dan ditempatkan pada kursi yang diubah menjadi susunan tangga. Ini merupakan Festival Hina terbesar yang juga menampilkan boneka Hina dari zaman Edo.

Baris Pertama

Di tingkat paling atas, terdapat dua boneka yang umumnya disebut sebagai boneka kekaisaran atau dairi-bina. Kata dairi mengacu pada tempat kerajaan di mana terdapat boneka obinna yang memegang tongkat ritual, serta mebina yang memegang kipas. Pasangan boneka ini juga dikenal sebagai tono dan hime, yang artinya raja dan ratu, atau permaisuri dan kaisar dalam representasi posisi, bukan individualitas. Namun, terdapat juga dua jenis boneka ini yang berasal dari periode Meiji, mencerminkan sosok kaisar dan permaisuri dari masa tersebut. Biasanya, keduanya diletakkan di depan byobu dan hibokuro.

Baris Kedua

Pada tingkat kedua, terdapat tiga boneka pembantu yang disebut sebagai san-nin kanjo, yang umumnya bertugas memberikan sake kepada obinna dan mebina. Dua dari boneka ini biasanya berpose berdiri dengan membawa peralatan saji yang berbeda. Salah satunya membawa peralatan dengan lengan panjang (nagae no chosi), yang lainnya dengan lengan pendek (kuwae no chosi). Satu boneka yang terletak di tengah sering kali dalam posisi duduk atau berdiri di sekitar meja kecil. Jika duduk, posisi tubuhnya bersimpuh, menunjukkan kesopanan dan keanggunan. Pada bagian ini, terdapat juga aksesori yang disebut takatsuki, termasuk hishimochi, sebagai jajanan manis.

Baris Ketiga

Pada baris ketiga, semua boneka yang terpajang adalah karakter laki-laki tanpa adanya boneka perempuan. Di baris ini, terdapat lima musisi laki-laki yang dikenal sebagai gonin bayashi. Terdapat satu set musisi dengan instrumen khas yang berbeda, kecuali penyanyinya yang memegang kipas. Salah satunya duduk dan memainkan drum kecil (taiko), satu lagi berdiri dan memegang drum besar (otsuzumi). Ada juga yang memegang drum tangan (kotsuzumi) dengan posisi berdiri, serta yang lainnya memegang seruling atau yokobue dalam posisi duduk.

Baris Keempat

Baris keempat menampilkan dua perdana menteri atau pengawal pribadi yang lengkap dengan panah dan busurnya. Boneka di bagian kanan melambangkan figur yang lebih muda, sementara di sebelah kiri cenderung lebih tua dan senior. Di antara keduanya, ditempatkan beberapa makanan manis di atas mangkuk, melambangkan hadiah untuk pasangan kaisar dan permaisurinya. Di bawah perdana menteri tersebut, terdapat hiasan berupa pohon jeruk mandarin dan bunga sakura.

Baris Kelima

Pada baris kelima, terdapat beberapa tanaman dan tiga boneka yang berfungsi sebagai pelindung bagi permaisuri dan kaisar. Ketiganya diwakili oleh karakter pemabuk atau peminum, masing-masing dengan kebiasaan unik ketika dalam keadaan mabuk. Salah satunya disebut sebagai nakijogo atau pemabuk yang cenderung menangis, yang lainnya adalah okorijogo atau pemabuk yang suka marah, dan satunya lagi waraijogo atau pemabuk yang senang tertawa.

Baris Keenam

Baris keenam pada boneka yang dipajang dalam Festival Hinamatsuri umumnya berfungsi sebagai tambahan. Terdapat boneka tansu atau lemari dengan lima laci, nagamochi atau peti yang memanjang untuk menyimpan kimono, hasamibako sebagai tempat penyimpanan pakaian berukuran lebih kecil yang diletakkan di atas nagamochi. Ada juga kyodai atau tempat berias dengan cermin, peralatan menjahit (haribako), dua anglo, serta satu set peralatan minum teh.

Baris Ketujuh

Baris ketujuh melibatkan barang-barang yang umumnya digunakan oleh keluarga istana saat bepergian jauh dari istana. Terdapat satu set jubako atau kotak makan dengan tali, gokago atau tandu, serta goshoguruma, yakni kereta yang ditarik oleh lembu. Meskipun baris ketujuh ini mirip dengan baris keenam sebagai tambahan, di sini terdapat juga hanaruguma atau seekor lembu penarik yang digambarkan dengan gerobak bunga.

Makanan khas Hina Matsuri

Setiap perayaan di Jepang selalu dikaitkan dengan hidangan khas yang spesifik untuk momen tersebut. Terdapat makanan dan minuman yang hanya disajikan selama perayaan. Pada saat Hina Matsuri, hidangan yang khas disajikan adalah kue beras atau mochi.

Kue beras ini diolah menjadi bentuk berlian dan disebut hishimochi, yang tersedia dalam warna merah muda, hijau, dan putih. Kombinasi warna ini melambangkan bunga persik atau Momo no Sekku, istilah lain untuk perayaan ini yang juga memiliki makna tersendiri. Di atas meja altar, biasanya ditempatkan bunga persik, hishimochi, dan sake anggur. Warna putih melambangkan salju, hijau mewakili pertumbuhan, dan merah muda merepresentasikan bunga persik.

Selain itu, hidangan lain yang muncul melibatkan chirashi, sebuah kudapan gurih berbasis nasi sushi yang diberi sentuhan rasa manis. Chirashi kemudian disajikan dengan ikan mentah sebagai topping. Menu lainnya mencakup sup kerang dalam cangkang, nasi campur, dan edamame maze-gohan. Inari sushi juga menjadi hidangan khusus dalam acara ini, yang merupakan kantong tahu yang diisi nasi, salad ramen kol, dan salmon panggang dengan miso.

Penting bagi Anak Perempuan

Perayaan ini memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan anak perempuan. Anak perempuan perlu mendapat doa dan harapan untuk kesejahteraannya, serta perlindungan dari gangguan roh jahat. Kesehatan dan keberuntungan diharapkan melingkupi anak perempuan dalam rangkaian ritual ini.

Dalam tradisi Jepang kuno, terdapat kepercayaan bahwa nasib buruk harus dihilangkan. Salah satu cara untuk mencapainya adalah dengan “menarik” nasib buruk ke dalam boneka kerajaan. Boneka tersebut kemudian dihanyutkan di sungai dengan harapan nasib buruk akan pergi bersamanya. Anak perempuan diyakini harus senantiasa berada dalam nasib baik, terutama menjelang tahap pernikahannya.

Kesimpulan

Dengan menyusun boneka-boneka Hina yang melambangkan pesta kekaisaran tradisional, festival ini menjadi ungkapan cinta dan harapan untuk kesejahteraan anak perempuan. Dalam kesederhanaannya, Hina Matsuri menghargai nilai-nilai keluarga dan keanggunan tradisi, menciptakan momen istimewa yang dipersembahkan untuk kebahagiaan generasi mendatang.

Daftar Pustaka