Seni Memperbaiki Barang Pecah: Kintsugi

Mina-san konnichiwa! Pernahkan kalian melihat orang Jepang memperbaiki wadah atau benda rusak menggunakan emas? Kegiatan itu disebut dengan kintsugi, loh!

Selamat datang di situs web WKWK JAPANESE, situs belajar bahasa dan budaya Jepang yang dikelola oleh orang Jepang! Kalian bisa belajar banyak hal tentang bahasa di sini, mulai dari tata bahasa, kosakata, kanji, partikel dan lain sebagainya. Jangan sungkan-sungkan untuk mengunjungi situs web ini lagi ya!

Oh iya, jangan lupa baca artikel yang sebelumnya juga, ya.

Pembahasan kali ini terkait dengan seni menyambung barang pecah atau rusak menggunakan emas yang dalam bahasa Jepang kegiatan ini disebut dengan kintsugi (金継ぎ). Penasaran? Kalau iya, baca artikel ini sampai habis, ya!

Apa itu Kintsugi?

Kintsugi adalah kegiatan menambal atau menyambung wadah yang rusak, umumnya mangkok, menggunakan urushi, sejenis tumbuhan di Jepang, kemudian menggunakan kembali wadah tersebut.

Meski dinamai dengan kintsugi yang arti secara harfiahnya adalah penyambungan dengan emas, nyatanya emas asli tidaklah digunakan, dan pewarnaan emas dilakukan di langkah terakhir kegiatan. Urushi adalah bahan yang alami dan kuat, menjadikannya bahan yang tepat untuk dimasukkan ke dalam wadah karena memang aman.

Kintsugi memiliki filosofi yang indah. Apabila ada sesuatu yang rusak atau kurang, kemudian ditambal dengan sesuatu yang lebih baik, maka nilai secara keseluruhan juga akan bertambah. Tidak hanya benda, hal ini juga berlaku terhadap manusia. Kegagalan yang ditambal dengan keberhasilan akan meningkatkan nilai diri sendiri.

Barang yang dikenai kintsugi

Sejarah Kintsugi

Sejarah kintsugi kira-kira dimulai dari abad ke-15. Tak ada yang tahu pasti kapan, namun terdapat teori yang menyebutkan bahwa ia muncul pada periode Muromachi (1336-1573), khususnya dalam kegiatan memperbaiki peralatan Sadou (茶道: upacara minum teh).

Setelahnya kintsugi terus menjadi bagian dari budaya Jepang, bahkan hingga melewati beberapa zaman. Berikut adalah sejarah kintsugi dalam perspektif zaman-zaman yang telah lewat.

Periode Sengoku (Perang Saudara, 1467-1615)

Periode ini adalah di mana para daimyo (penguasa lokal) dan para komandan militer berperang memperebutkan kekuasaan. Zaman ini kintsugi sering dilakukan untuk memperbaiki alat-alat sadou yang punya nilai estetika penting di zaman tersebut.

Tujuan kintsugi pada periode tersebut adalah supaya bisa menggunakan alat-alat yang telah rusak tersebut dengan menambal bagian yang kurang dengan menggunakan emas atau perak, yang juga membuat wadah tersebut menjadi lebih indah. Dua tujuan tercapai hanya dengan satu kegiatan.

Periode Azuchi-Momoyama (1573-1603)

Akhir dari periode sengoku yang mana tiga daimyo besar mengadu kekuatan untuk mempersatukan Jepang. Di zaman ini pun kintsugi sangat lumrah dilakukan. Kala itu, mangkok dan peralatan untuk minum teh adalah sesuatu yang sangat dihargai.

Periode Awal Edo (Awal Abad ke-17)

Pada periode Tokugawa berhasil mempersatukan Jepang dan membawa keamanan kepada rakyat, kintsugi masih menjadi sesuatu yang penting. Terlebih di zaman keamanan ini orang-orang dapat lebih fokus kepada seni alih-alih bingung bagaimana caranya bertahan dari serangan musuh.

Proses Pengerjaan Kintsugi

Pengerjaan kintsugi pada dasarnya hanyalah menempelkan potongan dari wadah yang akan diperbaiki, kemudian diberi bubuk emas, atau sejenis emas agar terlihat lebih indah.

Bahan utama yang diperlukan untuk melakukan kintsugi adalah getah urushi. Getah ini mempunyai beberapa fungsi tergantung dari bahan campurannya. Masing-masing fungsi tersebut adalah:

  1. Apabila dioles begitu saja, ia menjadi pewarna
  2. Apabila dicampur dengan tepung atau tanah, ia menjadi perekat

Cara menyambungnya pun tidak sulit, hanya perlu menata wadah yang sudah pecah, kemudian menutupi bagian-bagian yang kosong menggunakan getah urushi campuran agar bisa merekatkan potongan-potongan wadah. Barulah kemudian diberi bubuk emas untuk menonjolkan bahwa benda yang sudah rusak apabila diperbaiki dengan bahan yang bagus akan membuat benda itu menjadi semakin mahal.

Pelajaran dari Kintsugi

Selain mempunyai filosofi yang indah, terdapat beberapa pelajaran yang bisa dipetik dari kegiatan ini.

Mengakui Ketidaksempurnaan

Tiada manusia sempurna. Justru sesuatu yang bisa dibilang hampir sempurna adalah sesuatu yang terbentuk dari ketidaksempurnaan. Sama dengan kintsugi yang apabila dilihat pun langsung ketahuan bahwa dia telah disambung dengan kintsugi.

Manusia cenderung menyembunyikan kekurangan diri sendiri, seperti kelemahan, kegagalan, apa yang tak mampu dia lakukan, di depan orang lain sebagai bentuk untuk menjaga martabat dirinya. Padahal, manusia takkan lepas dari kekurangan. Kintsugi mengajarkan sebaliknya, yakni jangan menyembunyikan kekurangan karena mempunyai kekurangan adalah hal yang wajar bahkan bisa menjadi nilai plus apabila kekurangan itu diperlukan dengan benar.

Kintsugi Modern

Kini dengan berbagai macam bahan dan keterbukaan Jepang dengan negara luar, kintsugi juga dapat dilakukan dengan bahan-bahan yang modern pula. Misalnya dengan menggunakan lem kayu yang dicampur dengan pewarna emas. Meski tidak memiliki kualitas yang sama dengan menggunakan getah urushi dan bubuk emas asli, penampilannya tidak akan begitu berbeda.

Kesimpulan

Praktik memperbaiki barang yang sudah rusak sebagian atau pecah seutuhnya menggunakan bahan perekat kemudian dilapisi dengan bubuk emas atau pewarna emas adalah yang dimaksud dengan kintsugi. Kintsugi akan terus dilakukan orang-orang Jepang, karena telah menjadi bagian dari budaya mereka. Alih-alih membuang barang yang rusak, orang Jepang masih mempunyai kesadaran untuk memperbaiki atau mendaur ulang barang yang sudah rusak, dan salah satu contohnya adalah praktik kintsugi ini.

Bagaimana minasan? Apakah minasan tertarik untuk mencoba kintsugi sendiri di rumah? Tentunya minasan dapat menggunakan bahan-bahan yang tersedia di Indonesia, ya. Sama seperti peribahasa, tiada rotan akar pun jadi, tiada getah urushi, lem kertas pun jadi. Semoga artikel ini bisa menambah wawasan minasan akan budaya Jepang, ya!

Daftar Pustaka