Benarkah di Negara Jepang ada Yakuza?

Mungkin tidak asing bagi minasan, ketika menonton drama atau film Jepang sangat sering mengekspos yakuza, seperti pada film Crows Zero yang dirilis tahun 2007, film yang sudah tidak asing lagi di telinga kita. Pemeran utamanya adalah Takiya Genji yang diperankan  oleh Oguri Shun yang merupakan siswa SMA Suzuran keturunan yakuza. Takiya Genji sangat piawai dan mendalami peran sebagai penerus yakuza. Berkat film tersebut pun, kata yakuza menjadi lebih familiar di telinga, khususnya orang Indonesia. Tapi apakah benar yakuza ada di Jepang ? Dan Apa sih yakuza itu ? Daripada penasaran, yuk, mari kita bahas.

Sejarah Yakuza

Yakuza merupakan organisasi atau sebuah kelompok yang sudah ada selama lebih dari 300 tahun. Sebuah kelompok yang memiliki kehormatan dan prinsip seperti mafia yang kejam. Menurut sejarah, yakuza diperkirakan berasal dari gerombolan ronin (samurai tak bertuan) yang berubah menjadi penjahat di abad ke-17. Yakuza membawa pedang seperti samurai, juga meniru struktur hierarki yang dimiliki oleh samurai. Namun bukan berarti yakuza berasal dari kelas samurai.

Yakuza berasal dari era keshogunan Tokugawa (1603~1868). Mereka dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu Tekiya dan Bokuto.

Kelompok Yakuza Tekiya.

Tekiya adalah pengembara yang berkeliling dari desa ke desa. Kelompok ini menjual barang-barang berkualitas rendah di festival dan pasar.

Banyak Tekiya berasal dari sekelompok orang buangan. Kelompok buangan ini sebenarnya berada di bawah struktur sosial feodal Jepang yang memiliki empat tingkatan yang mirip dengan sistem kasta di India. Pada awal 1700-an, Tekiya mulai mengorganisir diri menjadi kelompok-kelompok yang erat di bawah kepemimpinan bos. Sehingga kelompok ini menjadi kelompok yang lebih kuat dengan bergabungnya orang buangan dari kelas yang lebih tinggi.

Oleh karena itu, Tekiya mulai berpartisipasi dalam kegiatan kejahatan terorganisir yang khas seperti perang antar wilayah. Tekiya juga kadang berfungsi sebagai penjaga keamanan yang melindungi satu wilayah. Dan hal itu berlanjut hingga hari ini, Tekiya sering berfungsi sebagai penjaga keamanan selama festival Shinto. Mereka bahkan menjaga kios di festival dengan imbalan sejumlah uang.

Seiring berjalannya waktu, kelompok Tekiya sering berperang dengan kelompoknya sendiri sehingga pada tahun 1735 hingga 1749, pemerintahan Shogun berusaha meredakan perang geng antar berbagai kelompok Tekiya. Pemerintah Shogun juga mengurangi jumlah penipuan yang dilakukan oleh Tekiya dengan menunjuk oyabun atau bos. Jadi bila ada kerusuhan, maka sang oyabun diberi sanksi resmi. Oyabun juga diizinkan menggunakan nama keluarga dan membawa pedang. Hal ini merupakan suatu kehormatan yang sebelumnya hanya diperbolehkan bagi samurai. Oyabun secara harfiah berarti orang tua asuh, menandakan posisi bos sebagai kepala keluarga Tekiya mereka.

Kelompok yakuza Bakuto atau penjudi.

Perjudian dilarang keras selama masa Tokugawa dan tetap ilegal di Jepang hingga saat ini. Bakuto pun memutar otak agar bisa terus berjudi. Meskipun perjudian dilarang keras pada era Tokugawa, ternyata di era ini Bakuto pertama kali diakui dan pemerintah mempekerjakan mereka untuk berjudi dengan pekerja konstruksi dan irigasi untuk mendapatkan kembali sebagian dari upah yang diterima para pekerja.

Bakuto juga berkontribusi pada tradisi Jepang dalam hal perjudian, serta “pemotongan jari (yubitsume)” tradisional Yakuza, dan asal kata yakuza. Kata itu berasal dari dalam permainan kartu yang disebut hanafuda (kartu bunga), mirip dengan blackjack. Salah satu kombinasi yang buruk adalah 8-9-3, atau ya-ku-sa, yang mulai banyak digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang tidak berguna. Istilah ini mulai digunakan untuk memberikan sebutan kepada Bakuto, karena mereka secara keseluruhan tidak berguna bagi masyarakat.

Yubitsume, kebiasaan memotong jari juga diperkenalkan oleh Bakuto. Jari kelingking dipotong secara seremonial. Yubitsume yang dilakukan biasanya dilakukan sebagai tindakan permintaan maaf kepada oyabun. Dan apabila melakukan pelanggaran lain maka, jari lainnya akan dipotong. Itu juga digunakan sebagai hukuman abadi sebelum pengusiran.

Penggunaan tato juga berasal dari aspek kriminal Bakuto. Ciri khusus dari kelompok yakuza ini adalah mereka sering memakai tato warna-warni di sekujur tubuh mereka. Penjahat biasanya ditato dengan cincin hitam di sekitar lengan untuk setiap pelanggaran yang telah dilakukannya. Namun, tato menjadi salah satu ujian kekuatan karena mereka dibuat dengan menjalani waktu selama 100 jam untuk ditato lengkap pada bagian punggung. Pada akhirnya, tradisi itu mengarah pada kebiasaan mentato seluruh tubuh untuk yakuza modern. Dari bisnis inti mereka sebagai penjudi, Bakuto secara masif merambah bidang lain menjadi rentenir dan beragam kegiatan ilegal lainnya.

Contoh anggota yang telah mendapatkan hukuman yubitsume

Bahkan saat ini sulit untuk mengidentifikasi mereka dari kelompok mana mereka berasal, sebagai Tekiya atau Bakuto. Hal itu tergantung pada bagaimana mereka menghasilkan sebagian besar uang mereka.

Yakuza di Zaman Modern

Berbeda dengan zaman dahulu, yakuza di zaman modern terbagi menjadi beberapa kelompok, dan saat ini terbagi kedalam 3 kelompok besar yang di dalamnya termasuk yakuza Tekiya ataupun Bakuto. Ketiga kelompok yakuza ini adalah Yamaguchi-gumi, Sumiyoshi-kai, dan Inagawa-kai. 

Sindikat yakuza terbesar yang beroperasi saat ini adalah Yamaguchi-gumi. Yamaguchi-gumi mencakup sekitar setengah dari semua yakuza aktif di Jepang, yaitu sekitar 8.200 anggota. Sumiyoshi-kai, yang berasal dari Osaka, memiliki sekitar 4.200 anggota, dan Inagawa-kai, dari Tokyo dan Yokohama, dengan 3.300 anggota.

Yakuza di era modern  terlibat dalam kegiatan kriminal seperti penyelundupan narkoba internasional, perdagangan manusia, dan penyelundupan senjata. Namun, mereka juga memegang sejumlah besar saham di perusahaan besar yang sah. Bahkan beberapa kelompok memiliki hubungan dekat dengan dunia bisnis Jepang, sektor perbankan, politik  dan real estate. Lantas tidak mengurangi citra negatif yang dimiliki yakuza, maka pemerintah Jepang membuat undang-undang mengenai yakuza.

Upaya Pemerintah untuk Menanggulangi Yakuza

Pada tanggal 1 Maret 1992, pemerintah Jepang mengeluarkan undang-undang Pencegahan Kegiatan Pelanggaran Hukum yang dilakukan oleh aggota boryokudan (kelompok kekerasan seperti yakuza atau geng kriminal lainnya). Undang-undang ini menunjuk istilah boryokudan sebagai sebuah kelompok yang memiliki persentase jumlah keanggotaan tertentu yang memiliki catatan kriminal. Sehingga yakuza menghindari diri untuk disebut sebagai boryokudan, sebagian besar dari mereka mencoba untuk bersembunyi di balik bisnis yang normal yang mereka gunakan untuk menutupi identitas asli mereka.

Sejak 2009, polisi di seluruh negeri telah menangkap bos yakuza dan menutup bisnis yang bekerja sama atau berkaitan dengan organisasi yakuza. Meskipun polisi melakukan upaya serius untuk menekan aktivitas yakuza di Jepang, tampaknya tidak lantas membuat aktivitas atau kelompok yakuza akan hilang sama sekali. Mereka juga telah menerbitkan sebuah buku pada akhir-akhir ini, yang berjudul “Cara Menghindari Hukum,” yang didistribusikan di antara para anggota Yamaguchi-gumi. Faktanya, di tengah undang-undang yang membatasi aktivitas mereka, ada 77 geng yang berafiliasi dengan Yamaguchi-gumi terdaftar sebagai bisnis atau organisasi keagamaan.

Dengan adanya undang-undang tersebut ruang gerak yakuza menjadi lebih sempit, sehingga banyak terjadi penolakan dari yakuza, ataupun keluarga yakuza sendiri, mengenai undang-undang tersebut. Bahkan orang luar yang bukan yakuza pun memprotes hukum baru terhadap yakuza. Lebih dari 130 pengacara, profesor, dan menteri menyatakan bahwa tindakan penanggulangan yakuza tidak konstitusional, pada dasarnya dengan alasan tersebut, pemerintah Jepang dianggap melanggar hak-hak dasar, seperti kebebasan berkumpul, pilihan pekerjaan, dan kepemilikan properti.

Yakuza Tidak Menarik Lagi di Mata Anak Muda Saat Ini

Saat ini, lebih dari separuh yakuza berusia di atas 50 tahun. Bahkan ada 10% yang lebih dari 70 tahun, sedangkan proses regenerasi anggota terbentur oleh aturan pemerintah. Selain itu, Jepang juga menghadapi masalah kekurangan jumlah penduduk usia muda. Akibatnya, para petinggi yakuza masih harus menjalankan organisasi di tengah usia yang tak muda lagi. Anggota kelompok berusaha untuk menarik para pemuda untuk masuk. Sayangnya, upaya itu terbentur tembok besar yang dibangun pemerintah Jepang.

Kinichi Shinoda, etua yakuza Yamaguchi-gumi generasi ke-6

Undang-undang anti-yakuza Jepang sangat berdampak pada kelompok gangster yang bertambah tua tanpa ada penerimaan anggota muda. Dengan adanya undang-undang baru membuat bisnis yakuza menjadi sulit. Akhirnya kehidupan kriminal semakin tidak menarik, anggota yakuza dilarang membuka rekening bank, kartu kredit, polis asuransi, bahkan menandatangani kontrak untuk layanan seluler. Sehingga anak muda cenderung berpikir menjadi anggota yakuza tidak akan memiliki masa depan yang cerah.

Sekitar April dan Mei 1992, kantor polisi di banyak prefektur menerima hampir 145 telepon dari anggota yakuza dan keluarga mereka untuk meminta nasihat tentang cara keluar dan meninggalkan keanggotaan yakuza. Menanggapi hal ini, lebih dari 60 perusahaan di Jepang menawarkan diri untuk mempekerjakan para  mantan anggota yakuza yang direformasi dan diubah sebagai karyawan mereka. Masa depan untuk yakuza pada saat ini tidak pasti. Mungkin geng ini masih akan bertahan di Jepang, bergerak kembali ke bawah tanah tempat mereka bersembunyi selama zaman pendudukan.

Jadi kesimpulannya adalah yakuza benar-benar ada dan hingga saat ini masih eksis di Jepang. Meskipun polisi melakukan upaya serius untuk menekan aktivitas yakuza di Jepang, tampaknya yakuza tidak akan benar-benar hilang. Bagaimanapun, mereka telah bertahan selama lebih dari 300 tahun. Bahkan yakuza terkait erat dengan banyak aspek masyarakat dan budaya Jepang.

Kelas Intensif

Oh iya, buat mina-san yang belum bisa membaca hiragana dan katakana, kebetulan kami ada paket belajar agar mina-san bisa menguasai dua huruf dasar bahasa Jepang! Kalau mina-san ingin mahir bahasa Jepang, pembelajaran hiragana dan katakana ini hukumnya wajib ya!

Selain itu, kami juga lagi buka kelas bahasa Jepang intensif online dari level N5 hingga level N3 loh! Kelas dibuka di hari kerja, ada rekaman kelas sehingga mina-san bisa belajar tanpa harus tatap muka secara langsung, dan senseinya mumpuni loh!

Bagaimana? Menarik bukan? Yuk daftar melalui gambar di atas!

さいまでてくれてありがとうございました!
Terima kasih sudah membaca sampai habis!